Sejarah PS Sang Maung Bodas_SMA Internasional Istanbul Al Fath
Perguruan silat satria awi koneng maung bodas didirikan oleh KH Muhamad Fajar Laksana Sumayuda Wangsa Negara Sekaligus Sebagai pendiri pesantren dzikir Alfath, dan pimpinan Museum Sejarah Sunda Prabu Siliwangi, pencipta seni olahraga tradisional Maen Boles dan Ngaggotong Lisung, yang menjadi icon budaya Kota Sukabumi.
Sejak tahun 1996 sudah membuka latihan silat di majlis Dzikir dan aurod Bashorun Fuadun di nangeleng, latihan silat ini di laksanakan setelah melaksanakan Sholat Isha dilanjutkan pengajian, maka jam 10 malam para santri latihan silat. Maka latihan silat tidak lepas dari budaya para santri yang rajin sholat, kemudian melakukan silaturahmi dikalangan para santri dengan latihan silat, sehingga lahirnya bela diri silat tidak lepas dari pondok pesantren yang diajarkan oleh para Kyai, karena Silat tidak lepasa dari SANTRI, SHOLAT DAN SILATURAHMI DENGAN SILAT.
Ilmu silat maung bodas ini dilatih di pesantren dan dimajlis dzikir setelah para santri sholat dan ngaji, yang dulunya ilmu beladiri silat maung bodas merupakan warisan dari orang tua atau leluhur sejak jaman Pajajaran, yang di pelihara dan diajarkan kepada putra- putranya setelah pengajian, yang asal muasalnya dari seni silat maung Bodas Padjajaran, yang kemudian seni silat maung bodas ini telah mendapatkan tambahan-tambahan karena pengalaman dari pendiri perguruan yang belajar kepada beberapa perguruan silat yang lainnya di antaranya perguruan silat Tenaga Dasar ( PSTD) dan perguruan GB sanalika di melong asih bandung , serta belajar secara pribadi ilmu beladiri dari guru-guru spritual dan guru thareqat yang ada di jawa dan sumatra.
Sejarah Bola Leungeu Seuneu ( BOLES )
Bahasa Inggris
The Art of Playing Hand of Fire Ball (BOLES) originated from the Cultural Arts of Playing fire in the XIII – XIV century during the kingdom of Pajajaran, recorded in the book Suwasit of Museum Prabu Siliwangi Sukabumi. The Art of Playing Hand of Fire Ball (BOLES) during the Pajajaran kingdom was performed to welcome the arrival of the King and the Pajajaran Kingdom’s grand ceremony which highlighted the elements of Art and Sports.
The element of The Art of Playing Hand of Fire Ball (BOLES) is the Pencak Silat Movement to start and end the The Art of Playing Hand of Fire Ball (BOLES) Performant.
The element of Sport in the The Art of Playing Hand of Fire Ball (BOLES) is the presence of Physical strength and Kanuragan.
During the reign of Pajajaran, The Art of Playing Hand of Fire Ball (BOLES) originated from the game of Meong Bodas who liked to play Fire Ball over a day and a night until it seeps into which at the time of burning the ball emits a great Fire.
The Development of the The Art of Playing Hand of Fire Ball (BOLES) by Pesantren Dzikir Alfath, Prabu Siliwangi Museum and Sang Maung Bodas Community Led by Prof. DR. KH. Muhammad Fajar Laksana, SE., CQM., MM., Ph.D with IPSI Kota Sukabumi .
Bahasa Indonesia
Seni Main Bola Leungeun Seuneu ( BOLES ) berangkat dari Seni Budaya Nyonyo.O seuneu pada abad XIII – XIV masa kerajaan Pajajaran, tercatat pada kitab Suwasit Museum Prabu Siliwangi Kota Sukabumi. Seni Main Bola Leungeun Seuneu ( BOLES ) ini pada jaman kerajaan Pajajaran dipertunjukan untuk acara penyambutan kedatangan Raja dan Upacara kebesaran Kerajaan Pajajaran yang menonjolkan unsur Seni dan Olahraga.
Unsur Seni pada Main Bola Leungeun Seuneu ( BOLES ) adalah adanya gerakan pencak silat untuk mengawali dan mengakhiri pertunjukan Seni Main Bola Leungeun Seuneu ( BOLES ) tersebut.
Unsur Olahraga pada Seni Main Bola Leungeun Seuneu ( BOLES ) adalah adanya kekuatan Fisik dan Kanuragan.
Pada masa kerajaan Pajajaran Seni Main Bola Leungeun Seuneu ( BOLES ) berasal dari permainan Meong Bodas yang suka memainkan Bola Api atau Nyonyo.O Bola Sene, bolanya terbuat dari kelapa yang sudah tua kemudian dikupas kulit dan dibentuk menyerupai bola lalu direndam didalam minyak tanah selama kurang lebih satu hari satu malam sampai meresap ke dalam yang mana pada waktu dibakar bola tersebut mengeluarkan Api yang besar.
Perkembangan Seni Main Bola Leungeun Seuneu ( BOLES ) oleh Pesantren Dzikir Alfath, Museum Prabu Siliwangi dan paguron Maung Bodas yang Dipimpin oleh Muhammad Fajar Laksana bersama IPSI Kota Sukabumi dijadikan Seni Pertunjukan yang dipertandingkan, dan menjadi Icon IPSI Kota Sukabumi, dan sering ditampilkan dalam acara Peresmian Kantor, Syukuran Pengangkatan Pimpinan, Syukuran Sunatan, Perkawinan, Acara Wisuda, Seni Heleran, Festiva Budaya, peringati Hari-Hari Besar dan telah memberikan Prestasi Untuk Kota Sukabumi
Tujuan Permainan Boles (Bola Leungeun Seuneu)
1. Meningkatkan Keimanan Dan Ketaqwaan Kepada Allah
2. Melatih Keberanian Dan Kebersamaan
3. Melatih Jiwa Satria Dan Berani Menghadapi Masalah Dengan Tetap Fokus Pada Tujuan
4. Melestarikan Budaya Sunda
SEJARAH NGAGOTONG LISUNG
The art of Ngagotong Lisung was originally performed by the Padjadjaran Society in the XIII – XV centuries AD which is listed in the Suwasit Book from the Prabu Siliwangi Museum located in the Dzikir Al Fath Islamic Boarding School Complex, Sukabumi City.
The Lisung used for the first time was the Lisung Pusaka which at that time was owned by Nyi Centrik and Ki Tupang from Kasepuhan Padjadjaran and now the Lisung Pusaka is in the Prabu Siliwangi Museum.
Lisung was first made of teak during the Padjadjaran era. Lisung itself philosophically means ANU MAHA AGUNG, while Lisung’s main function is a tool for pounding rice from pare which is pounded into rice. Because rice is the main food of the community, the rice pounder is called Lisung which means ANU MAHA AGUNG, which means thanking GOD ALMIGHTY for the sustenance that has been given to humans. Because Lisung is a tool to give thanks to Allah SWT, Lisung has 3 holes which means there are 3 Strengths. The first biggest hole means the power of God Almighty, the second hole in front means the power of the ruler, the third hole behind means the power of the People (General Society).
So that Lisung is made like a boat whose meaning describes human life with 3 holes of power, which means that Lisung Padjadjaran describes people’s lives that will run well, peacefully and prosperously, if they are in harmony, balance and the union of 3 main forces, namely from the Almighty, Ruler and People (Society).
The history of Lisung being carried and paraded around the village during the Padjadjaran era is also written in the Suwasit Book of the King Siliwangi Museum. The story is, in the Padjadjaran era there were elders named Nyi Centrik and Ki Tupang. At that time, the State of Padjadjaran was in chaos because of the rebels who disrupted the territory of the Kingdom of Padjadjaran. So the Padjadjaran elder then used Lisung to ride and flew with the Lisung to crush the Rebels. Thus, the rebellion and chaos in Padjadjaran could be annihilated by the magic of Nyi Centrik and Ki Tupang who at that time used flying lisungs to fight crime.
After this incident, in the Padjadjaran Kingdom a ceremony was held to parading Lisung’s rampage as a form of appreciation to commemorate the victory in eradicating the rebels who at that time disrupted the territory of the Padjadjaran Kingdom. The event was commemorated as the Harvest Ceremony, an entertainment in the Kingdom of Padjadjaran which was then merged with the Ngagotong Lisung ceremony with Kanuragan Maen Boles (Bola Leungeun Seuneu).
The traditional art of Ngagotong Lisung is accompanied by the use of Sundanese Gamelan instruments and a set of Pencak Silat drums with Kawih/Song of Kidung Bubuka, Siliwangi Wangsit, Fruit Kawung and Tongeret.
The floor pattern for the Ngagotong Lisung Traditional Art itself is a curved line that forms a circle. The knights of Pajajran will stand in a circle and Ki step down as a symbol of the Sundanese elder/figure carrying Lisung who is bound by a tying rope that describes the Rules of Religion, Customs and State Law.
Now Ngagotong Lisung is shown at non-formal or formal events. Office inauguration, thanksgiving for leadership positions, circumcision celebrations, weddings, Heleran Arts, Cultural Festivals, Commemoration of major holidays, Lisung Competitions and have provided achievements in the field of Traditional Sports for the city of Sukabumi.
Bahasa Indonesia
Seni Ngagotong Lisung awalnya dipertunjukan oleh Masyarakat Padjadjaran pada abad Ke XIII – XV Masehi yang tercantum dalam Kitab Suwasit dari Museum Prabu Siliwangi yang berada di Komplek Pesantren Dzikir Al Fath Kota Sukabumi.
Lisung yang digunakan pertama kali adalah Lisung Pusaka yang pada saat itu dimiliki oleh Nyi Centrik dan Ki Tupang dari Kasepuhan Padjadjaran dan sekarang Lisung Pusaka tersebut berada di Museum Prabu Siliwangi.
Lisung pertama kali pada zaman Padjadjaran terbuat dari Kayu Jati. Lisung itu sendiri secara Filosofi artinya ANU MAHA AGUNG, adapun Lisung secara fungsi utama adalah alat untuk menumbuk padi dari pare yang ditumbuk menjadi beras. Karena beras adalah makanan utama masyarakat, maka alat penumbuk padi itu disebut Lisung yang artinya ANU MAHA AGUNG yaitu bersyukur kepada TUHAN YANG MAHA ESA atas rizki yang telah diberikan kepada manusia. Karena lisung sebagai alat untuk bersyukur kepada Allah SWT, maka Lisung mempunyai 3 lubang yang artinya adanya 3 Kekuatan. Lubang lisung pertama yang paling besar artinya kekuatan dari Tuhan yang Maha Esa, Lubang kedua yang didepan artinya kekuatan dari penguasa, lubang ketiga yang ada dibelakang artinya kekuatan dari Rakyat (Masyarakat Umum).
Sehingga Lisung dibuat seperti perahu yang maknanya menggambarkan kehidupan manusia dengan adanya 3 lubang kekuatan yang artinya bahwa Lisung Padjadjaran menggambarkan kehidupan masyarakat yang akan berjalan dengan baik, damai dan sejahtera, apabila selaras, seimbang dan bersatunya 3 kekuatan utama yaitu dari Sang Maha kuasa, Penguasa dan Rakyat (Masyarakat).
Adapun Sejarah Lisung digotong dan diarak keliling kampung pada zaman padjadjaran juga tertulis dalam Kitab Suwasit Museum Prabu Siliwangi. Ceritanya, pada zaman Padjadjaran ada sesepuh yang bernama Nyi Centrik dan Ki Tupang. Pada waktu itu, Negara Padjadjaran sedang ada dalam kekacauan karena adanya pemberontak yang mengacaukan wilayah Kerajaan Padjadjaran. Maka sesepuh Padjadjaran tersebut kemudian menggunakan Lisung untuk dikendarai dan terbang dengan Lisung tersebut untuk membrantas Pemberontak. Sehingga, pemberontakan dan kekacauan di Padjadjaran dapat dimusnahkan oleh Kesaktian Nyi Centrik dan Ki Tupang yang pada waktu itu menggunakan lisung terbang yang mengamuk membrantas kejahatan.
Setelah kejadian tersebut, maka di Kerajaan Padjadjaran diadakan upacara mengarak Lisung ngamuk sebagai bentuk apresiasi memperingati kemenangan dalam memberantas pemberontak yang pada waktu itu mengacaukan wilayah Kerajaan Padjadjaran. Acara tersebut diperingati sebagai Upacara Panen Raya, sebuah hiburan di Kerajaan Padjadjaran yang kemudian upacara Ngagotong Lisung disatukan dengan olah Kanuragan Maen Boles (Bola Leungeun Seuneu).
Seni Tradisi Ngagotong Lisung di iringi menggunakan alat musik Gamelan Sunda dan Seperangkat Kendang Pencak Silat dengan Kawih/Lagu Kidung Bubuka ,Wangsit Siliwangi,Buah Kawung dan Tongeret.
Untuk pola lantai Seni Tradisi Ngagotong Lisung sendiri adalah garis lengkung yang membentuk lingkaran. Para satria pajajran akan berdiri melingkar dan Ki lengser simbol Sesepuh/Tokoh Sunda membawa Lisung yang diikat oleh Tali Pengikat yang menggambarkan Aturan Agama,Adat Istiadat dan Hukum Negara .
Kini Ngagotong Lisung dipertunjukkan pada acara-acara non formal atau pun formal. Peresmian Kantor, syukuran pangangkatan pimpinan, syukuran Sunatan, perkawinan, Seni Heleran, Festival Budaya, Peringatan Hari-hari besar, pertandingan Adu Lisung dan telah memberikan prestasi pada bidang Olahraga Tradisional untuk kota Sukabumi.
NILAI NILAI APA YG ADA DIDALAM NGAGOTONG LISUNG NGAMUK.
1). LISUNG ITU GAMBARAN ATAU SIMBOL SUATU NEGARA
2). LISUNG MEMILIKI LUBANG DITENGAH YAITU NAMANYA LIANG SANG HYIANG AGUNG ITU MAKNAYA SIMBOL KEKUATAN DARI SANG MAHA PENCIPTA.
3). LUBANG KEDUA YG ADA DIDEPAN NAMANYA LIANG BATARA SUNGKI. MAKNANYA KEKUATAN DARI PEMIMPIN
3). LUBANG KETIGA YG ADA DI BELAKANG NAMANYA LIANG PANJANANG. MAKNANYA KEKUATAN DARI RAKYAT.
4). PASANGAN LISUNG YAITU LULUMPANG ATAU HALU LALAU DISIMBOLKAN DALAM PERMAINAN LISUNG OLEH TALI YANG MENGIKAT LISUNG ITU MAKNAYAN PERATURAN , UNDANG UNDANG ATAU HUKUM DIDALAM SUATU NEGARA
5) LISUNG AKAN BERJALAN DENGAN BAIK DAN SEIRAMA. DALAM PERMAINAN LISUNG NGAMUK. ITU GAMBARAN NEGARA YANG AMAM DAMAI DAN SEJAHTRA. ITU KARENA PEMIMPIN DAN RAKYATNYA BERIMAN DAN BERTAQWA KEPADA ALLAH SWT PEMIMPINYA MEMIMPIN ADIL DAN BIJAKSANA. RAKYATNYA TAAT HUKUM.
6). LISUNGNYA NGAMUK GAMBARAN NEGARA NGAMUK KACAU ATAU CHAOS KARENA PEMIMPIN DAN RAKYATNYA TIDAK BERIMAN DAN BERTAQWA KEPADA ALLAH. PEMIMPIN TIDAK ADIL SEWENANG WENANG. RAKYATNYA TIDAK TAAT HUKUM